Skip to main content

follow us

Salah seorang murid imam Syafi`i; ar-Rabii`, bercerita pada satu hari, imam Syafi`i pernah duduk di hadapan imam Malik, lalu datanglah seorang lelaki menghadap imam Malik, seraya bercerita:

"Wahai Abu Abdullah (imam Malik), saya ini penjual burung merpati bersuara merdu (Qumriy). Dan hari ini saya berhasil menjual seekor merpati, lalu pembelinya datang lagi sambil melaporkan, bahwa merpatinya hanya diam saja; tidak berkicau. Kemudian kami bertengkar hingga akhirnya saya bersumpah, bahwa merpati yang saya jual ini tidak pernah berhenti berkicau. Jika itu tidak benar, maka berarti istri saya telah tertalak (cerai)".

Lalu, imam Malik menjawab:

"Kalau begitu, maka berarti istrimu sudah tertalak".

Setelah mendengar fatwa itu, lelaki tersebut beranjak pergi dengan penuh kesedihan. Lalu, imam Syafi`i yang saat itu masih berumur 14 tahun, berdiri menyusul lelaki tersebut dan bertanya kepadanya:

"Burung merpatimu itu lebih sering berkicau, atau sering tidak berkicau (diam)?".

Lelaki itu pun menjawab:

"Merpatiku itu lebih sering berkicau".

Imam Syafi`i lalu berkata padanya:

"Kalau begitu, teruskanlah. Sebab, istrimu dinilai belum tertalak".

Setelah itu, imam Syafi`i kembali duduk di majelis imam Malik. Dan ternyata lelaki yang bertanya tadi juga kembali menemui imam Malik, seraya melapor kepadanya:

"Wahai Abu Abdullah, mohon pikirkan sekali lagi persoalan saya tadi, agar engkau mendapatkan pahala atas jawabannya!".

Imam Malik menjawab:

"Jawabannya ya seperti yang sudah saya sampaikan".

Lelaki itu berkata:

"Masalahnya, tadi ada orang di majelismu mengatakan bahwa talak saya dinilai belum jatuh".

Lalu, imam Malik bertanya:

"Siapa orangnya?".

Lelaki itupun berkata sambil menunjuk imam Syafi`i:

"Orangnya ya anak muda ini!".

Mengetahui hal itu, akhirnya membuat imam Malik marah kepada imam Syafi`i, dan berkata kepadanya:

"Apa yang menjadi argumentasimu?".

Imam Syafi`i pun menjawab:

"Karena tadi saya sudah bertanya pada lelaki itu; apakah merpatinya lebih sering berkicau, atau lebih sering diam tidak berkicau, lalu dia memberitahukan bahwa merpatinya lebih sering berkicau".

Lalu, imam Malik menyanggah:

"Argumentasimu ini justru lebih jelek dari argumentasi saya. Apa pengaruhnya sering berkicau atau tidak berkicau dalam persoalan ini?!".

Imam Syafi`i menjawab:

"Itu dikarenakan anda pernah menyampaikan pada saya, sebuah hadis dengan jalur sanad Abdullah bin Yazid, Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Fatimah binti Qais, yang menceritakan bahwa dirinya pernah mendatangi Nabi Muhammad -Shallallaahu`alaihiwasallam-, lantas bercerita bahwa dirinya dilamar oleh dua orang; Abu Jahm dan Mu`awiyah. Kira-kira, siapa yang harus beliau pilih. Nabi pun menjawab:

أما معاوية فصعلوك، وأما أبو جهم فرجل لا يضع عصاه عن عاتقه

[Mu`wiyah itu orang miskin, sedangkan Abu Jahm itu selalu meletakkan tongkat di atas bahunya]

Nah, Rasulullah -Shallallaahu`alaihiwasallam- mengatakan Abu Jahm seperti itu, sementara beliau pasti sudah tahu bahwa Abu Jahm itu juga makan, minum dan beristirahat.

Dari sinilah kita mengetahui, bahwa yang dimaksudkan adalah kebiasaan Abu Jahm yang sering meletakkan tongkat di atas bahunya, bukan berarti beliau melakukan itu setiap saat tanpa pengecualian".

Imam Syafi`i melanjutkan:

"Jadi, seperti itu jugalah dalam kasus ini. Saya memahami maksud ucapan lelaki tadi itu (tidak berhenti berkicau) adalah kebiasaan dari merpatinya, bukan berarti setiap saat berkicau".

Ar-Rabii` bercerita, setelah mendengarkan penjelasan imam Syafi`i tersebut, imam Malik menjadi kagum, dan tidak lagi mencela pendapatnya.

[Dikutip dari Manaaqib al-Imam as-Syafi`i, karya imam Fakhruddin ar-Raazy].

Kisah Inspiratif Lainnya: