Skip to main content

follow us

Penerapan hukum qishash berupa hukum pancung terhadap pelaku pembunuhan adalah sebuah hal yang lumrah di Arab Saudi. Sebab, negara tersebut menerapkan hukum Islam bagi semua pelaku kejahatan.

Namun, sesuatu yang dianggap luar biasa adalah jika eksekusi mati tersebut diterapkan kepada pelaku pembunuhan yang berasal dari keluarga besar kerajaan.

Selama ini, sebagian orang menilai bahwa ada oknum pemerintah Arab Saudi yang tak tersentuh hukum. Namun, rumor tersebut terbantahkan dengan eksekusi mati terhadap salah seorang pangeran Arab Saudi pada hari Selasa (18 Oktober 2016) lalu.

Berita eksekusi mati pangeran itu pun ramai diberitakan media lokal Saudi dan media Internasional dalam beragam bahasa.

Namun demikian, ada beberapa peristiwa yang luput dari media mengenai detik-detik menjelang hukum qishash terhadap Pangeran Turki bin Saud bin Turki bin Saud Al-Kabir yang terbukti bersalah menembak warga sipil bernama Adil bin Sulaiman bin Abdul Karim Al-Muhaimid menggunakan pistol setelah peristiwa perkelahian massal.

Pada hari Rabu (19 Oktober 2016), salah seorang imam dan khatib masjid jami’ Ash-Shafa` di Riyadh, Dr. Muhammad Al-Maslukhi, dalam akunnya di jejaring sosial Twitter, menceritakan beberapa peristiwa mengharukan menjelang eksekusi mati Pangeran Turki tersebut.

Dr. Muhammad Al-Maslukhi menceritakan, pada malam Rabu sebelum penerapan hukum qishash, keluarga Pangeran Turki bin Saud diminta untuk membesuk untuk terakhir kalinya dan mengucapkan kata-kata perpisahan kepada sang pangeran di dalam penjara.

Pada saat itu, suasa sedih dan haru meliputi keluarga sang pangeran. Tidak ada yang terdengar selain isak tangis para keluarga yang akan berpisah dengannya untuk selama-lamanya. Air mata mereka mengalir deras.

Pertemuan terakhir sang pangeran dengan keluarga berlangsung selama hampir empat jam.

Setelah itu, lanjut Dr. Muhammad, anggota keluarga pergi meninggalkannya. Pangeran Turki lalu berwudhu, menunaikan shalat malam (tahajjud), dan membaca Al-Qur`an.

Setelah masuk waktu Subuh, sang pangeran menuaikan shalat subuh seperti biasanya.

Pada pukul 07.00 pagi waktu setempat, Pangeran Turki dibawa sipir ke ruangan khusus. Surat wasiat pun ditulis oleh seorang sipir penjara. Sebab, sang pangeran tidak sanggup menulis dengan tangannya sendiri karena kesedihannya begitu mendalam.

Setelah itu, Pangeran Turki mandi lalu di bahwa ke alun-alun Ash-Shafah pada pukul 11:00.

Alun-alun Ash-Shafah atau disebut juga dengan alun-alun Ad-Dirah adalah tempat khusus untuk pelaksanaan hukum qishash di kota Riyadh.

Sementara itu, kata Dr. Muhammad, keluarga Adil Al-Muhaimid yang merupakan korban pembunuhan, dijaga ketat aparat keamanan di rumah mereka selama 24 jam sebelum pelaksanaan hukum qishash.

Selama itu, semua telepon genggam (handphone) yang mereka miliki dinonaktifkan.

Ketika Pangeran Turki dibawa ke lapangan eksekusi, beberapa kerabat korban dan pejabat bersedia sebagai penjamin untuk membayar diyat (denda pembunuhan) dan memohon ayah korban agar memaafkan pelaku. Namun hal itu tidak berhasil.

Menurut Dr. Muhammad, setelah shalat Zuhur, Pangeran Faishal bin Bandar bersedia menjadi penjamin Pangeran Turki dan memohon ayah Adil Al-Muhaimid untuk memaafkannya dan membatalkan hukum qishash.

Namun, ayah Adil bersikeras agar hukum qishash tetap dilaksanakan. Dengan demikian, tidak ada hukuman bagi pelaku selain eksekusi mati.

Pada sore harinya, setelah pelaksanaan shalat Ashar pada pukul 16:13, aljogo bersiap-siap melakukan hukum qishash. Beberapa saat kemudian, eksekusi mati pun dilaksanakan.

Setelah pelaksanaan hukum qishash terhadap Pangeran Turki itu, ayah korban (Adil Al-Muhaimid) tidak menunjukkan ekpresi apapun. Ia hanya diam terpaku.

Sementara itu, ayah Pangeran Turki yang bernama Pangeran Saud, terlihat sedih dan menangis ketika hukuman qishash diberlakukan kepada anaknya.

Setelah itu, beberapa keluarga Adil yang hadir meninggalkan alun-alun Ash-Shafah dengan pengawalan yang ketat.

Dr. Muhammad mengatakan, sebelum ekesekusi mati dilakukan, sejumlah orang dari keluarga Pangeran Turki menemui ayah Adil Al-Muhaimid.

Mereka memohon agar dia memaafkan sang pangeran dan bersedia membayar diyat dengan jumlah yang berlipat ganda dari yang telah ditetapkan. Bahkan, mereka sanggup membayar jutaan riyal untuk itu.

Namun, ayah Adil Al-Muhaimid tetap pada pendiriannya, yakni menerapkan hukum qishash kepada sang pangeran.

Sebab, menurut ayah Adil, penerapan hukum Allah tidak dibedakan-bedakan bagi siapapun, baik ia orang kaya atau miskin, baik ia keluarga kerajaan atau warga biasa.

Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi, pada Selasa (18 Oktober 2016) mengumumkan kepada khalayak umum, bahwa telah dilaksanakan hukuman qishash kepada Pangeran Turki yang terbukti menghilangkan nyawa Adil Al-Muhaimid dalam sebuah peristiwa kerusuhan massal.

Kasus penembakan ini terjadi pada akhir bulan Muharram tahun 1434 H (2013) lalu. Sang pangeran menembak Adil di kota Ats-Tsumamah, Provinsi Riyadh.

Oleh: Abu Syafiq dalam bersamadakwah.net

Kisah Inspiratif Lainnya: